PERFEKSIONIS (The perfectionist)
Bukan tugasku untuk bersikap baik pada orang lain.
(Its not my job to be nice to others)
Tugasku adalah menjadikan mereka lebih baik.
(My job is to make them better)
-Steve Jobs
Tebang sendiri pohonmu. Itu akan menghangatkanmu dua kali.
(Cut your trees by urself. It'll warm you up twice)
- Henry Ford
Unsur pembeda antara karakter utama dalam kisah dibawah ini dengan karakter yang lain adalah mereka yang perfeksionis berusaha melakukan hal yang benar.
(The difference things between the main character in the story below and the other characters are those who are perfectionists trying to do the right thing).
Kematian Menginspirasi Saya Untuk Menjalani Hidup Secara Lebih Mendalam, Meluas, Menyeluruh
(Death exactly inspires me to live a deeper, more extensive and having comprehensive life).
Dalam kisah ini, hati nurani saya menegur karena saya tidak berupaya cukup keras untuk mengatasi perasaan mengenai teman saya yang sedang sakit parah.
(In this story, my conscience rebukes cause I didn't try hard enough to overcome my feelings about my friend who was seriously ill).
Teman saya didiagnosis gagal ginjal, komplikasi dan kerusakan mental. Segalanya berlangsung dengan sangat cepat, mulai dari sering kambuhnya penyakit hingga dirawat dirumah sakit dan menjalani perawatan serius di rumah sakit. Dan sekarang, dia sedang menjalani hari-hari terakhirnya.
(My friend's diagnosed with kidney failure, complications and mental damage. Everything happened very quickly, ranging from frequent recurrence of the disease to being treated in hospital and undergoing serious treatment in the hospital. And now, he is living last days)
Sebelum menyampaikan kisah selanjutnya, saya ingin menjelaskan bahwasanya saya lebih suka menggambarkan diri saya sebagai Reformis ketimbang perfeksionis. Saya suka memperbaiki apapun, entah itu barang, orang dan hal lainnya, untuk menjadikannya "benar", tapi sama sekali bukan menjadikan mereka "sempurna". Mungkin kalian paham dengan kata ini.
(Before telling the next story, I want to explain that I prefer to describe myself as a Reformer rather than a perfectionist. I like to fix anythin', whether its goods/things, people and other things, to make it "right", but not at all to make them "perfect". Maybe you understand that statement guys).
Sebagai seorang yang Reformis dengan kepribadian yang mencondong ke sayap Penolong, tanggapan saya terhadap penyakit yang diderita teman saya itu berubah-ubah. Duka cita melupa ketika saya memikirkan bahwa ia mungkin saja akan meninggalkan dunia ini. Saya ingin dia merasa disayangi dan diperhatikan oleh teman-temannya; apakah sayas sudah cukup menyampaikan rasa sayang saya kepadanya-apakah perilaku atau tindakan yang saya berikan cukup untuk mengungkapkannya? Haruskah mitra sya dan saya melakukan perjalanan satu hari demi menemuinya-yang menghabiskan waktu seharian sekali jalan? Dengan jadwal hidup kami yang lumayan padat, kami bahkan tak sempat meluangkan waktu yang berkualitas bersama teman-teman kami yang tinggal berdekatan. Saya ingin menemuinya lagi sebelum ia meninggal dunia untuk membantunya merasa lebih baik, untuk memastikan agar dia tahu bahwa kami peduli terhadapnya dan kami merindukan dirinya. Saya khawatir jika saya ikuti kata hati untuk menjalin kontak dengannya selama ia masih hidup dan sepenuhnya merasakan dukacita serta ketakutan akan kehilangan dirinya, perasaan-perasaan ini akan mengambil alih hidup saya, sehingga saya tak dapat bertindak dengan baik untuk mengurus berbagai hal yang perlu saya lakukan dan mengurus kebutuhan orang-orang yang ada di sekitar saya.
(As a Reformer with a personality inclined toward the Helper wing, my response to the illness suffered by my friend was changin'. Grief is forgotten when I think that he might leave this world. I want him to feel loved and cared for by his friends; Is it enough to convey my love to him-is behavior or action that I give enough to express it? Should my partner and I travel one day to meet him- who spends all day travelling? With our fairly tight life schedule, we didnt even have time to spend quality time with our friends who live nearby. I want to see him again before he dies to help him feel better, to make sure he knows that we care about him and we miss him. I'm worried that if I follow my heart to establish contact with him while he's alive and fully feel the grief and fear of losin' him, there feelings will take over my life, so that I cant act properly to take care of the things I need to do and take care of the needs of the people around me).
Namun, sementara saya menghayati dukacita ini, perasaan tersebut sebenarnya memengaruhi saya dan membuat saya merasa lebih manusiawi, lebih bisa disentuh, lebih terbuka terlebih selaras terhadap koneksi dan kontak. Namun, yup si Reformis di dalam diri saya justru menyuruh saya menutup perasaan sedikit agar lebih dapat fokus mengerjakan sesuatu dengan benar.
(However, while I experience this kinda grief, there feelings actually affect me and make me feel more HUMANE, more touchable, more open, especially in harmony with connections and contacts. However, the reformer in me actually told me to close my feelings a little so that I could focus more on doin' things right).
Saya menjalani pengalaman yang serupa akhir tahun ini. Tepat sebelum teman saya itu didiagnosis dengan komplikasi lain, seorang kenalan saya meninggal dunia akibat penyakit yang sama. Saya merasa terpanggil untuk melayanina selama bulan-bulan terkahir hidupnya, meskipun saya tidak terlalu mengenalnya. Kematian wanita itu membuat saya lebih meresapi pengalaman mendalam dari misteri kehidupan dan betapa berharganya hal itu, keindahan serta kegairahan kehidupan pada saat ini juga. Hal itu menginspirasi saya untuk menjalani hidup secara lebih mendalam, lebuh meluas, lebih menyeluruh.
(I went through a similar experience later this year. Right before my friend was diagnosed with other new complications, an acquaintance of mine died from the same disease. I felt called to serve during the last months of her life, even though I didnt really know her. The death of my friend (she) made me more deeply absorbed in the profound experience of the mysteries of life and how valuable it is the beauty and excitement of life at this time. That inspired me to live life more deeply, more widely and more thoroughly).
Tahun ini juga saya kehilangan kucing kesayangan saya karena sakit. Kehilangannya menunjukkan betapa saya mengandalkan dirinya untuk menjaga sebagian diri saya tetap utuh, yang sebelumnya selalu disangkal oleh identitas saya sebagai Reformis. Ia membuat saya melambatkan langkah, membuat saya menghayati diri, menghayati indra-indra saya, menghayati masa kini. Ia mengingatkan saya akan diri saya- keberadaan diri saya dalam kaitannya dengan Hakikat Sejati. Ia mendorong saya untuk mendengarkan dan "hadir" bersama dirinya. Betapa saya kehilangan pengingat dan pendorong tersebut sejak kucing saya mati. Saya mengalami motivasi bertentangan serupa dalam proses menjelang kemarinnya, ingin mengurusnya dengan benar, ingin merespons setiap kebutuhannya sampai saya kurang tidur, dan ingin mencintainya. Uff, saya sangat merindukannya.
(This year too, I lost my beloved cat due to illness. It loss showed how I much I relied on it to keep a part of me intact, which always had been denied by my identity as a Reformer. It makes me slow down, makes me appreciate myself, more, live my senses, live the present. It reminded me of myself- me being in relation to "TRUE NATURE". It encouraged me to listen and "be there" with it. How I lost that, reminder since my cat died. I experienced the same contradictory motivation in the process leadin' up to yerterday, wanted to take care of it properly, wanted to respond to it every need until I was sleep deprived, and wanted to love it. Uff I miss it so much).
Kematian membuat saya terjaga agar lebih merangkul kehidupan. Pada saat yang sama, kematian menunjukkan bahwa dalam banyak cara, saya justru tidak terjaga dan menjauhkan kehidupan dari diri saya. Betapa saya memadamkan percik kehidupan di dalam diri saya. Mampukah saya membiarkan kehidupan menguak diri saya dan mengundang saya agar lebih berpartisipasi di dalam seluruh aspeknya? Bahkan keinginan ini pun bertentangan dengan keinginan sisi Reformis saya untuk memperbaiki. Hal itu juga terhubungn dengan keinginan yang lebih dalam untuk bersatu kembali dengan sang Hakikat sejati yang menyambut dengan tangan terbuka dan penuh kasih sayang, serta cukup luas untuk menampung segala hal, termasuk kematian dan kehidupan.
(Death keeps me awake, so I embrace life more. At the same time, death shows that in many ways, Im not awake and keep life away from myself. How I put out the spark of life within me. Can I let life unfold myself and invite me to participate more in all its aspects? Even this desire is contrary to my reformist side's desire to improve. Its also connected with a deeper desire to reunite with the true nature who welcomes with open arms and affection, and is broad enough to accommodate everything, including deaths and life).
Ketika kita menyadari kesejatian dari dalam diri, tindakan yang benar akan memancar dengan sendirinya.
(When we realize the authenticity from within, right action will radiate/arise by itself).
- David Bennett
Selamat membaca (enjoy reading) guyss! :)
Tinggalkan komentar dan saran dibawah ya (Leave comment and suggestion down below).
Thanks, :)
0 Response to "PERFEKSIONIS (The perfectionist)"
Posting Komentar