Feeling incomplete without partner? #Part 2
Jika pasangan kalian menginginkan kalian menjadi sebaliknya dari mono/polyamorous, apakah kalian akan mempertimbangkan pindah ke sisi lain?
Ada yang sudah menjadi monogamous bertahun lamanya, pada waktu itu alasannya adalah menjadi authentic. Kalo kita pikir, dunia ini dinamis, begitupun dengan pikiran. Endingnya, beberapa dari monogamous berubah haluan menjadi polyamorous. Mereka meyakini untuk saat ini, bahwa itu sudah melekat dan menjadi bagian dari identitas diri mereka untuk saat ini. Mereka menyatakan bahwa pentingnya selalu menjadi open minded dan menyadari bahwa kehidupan terus berkembang.
Polyamorous mungkin gak suka sama cara hubungan para monogamous bahwa semua tentang apa yang dibutuhin atau kamu harus begini-begitu atau mereka terikat janji-janji yang diatur sebelumnya misalnya tentang apa arti saling mencintai, jika salah satu dari mereka gak patuh/nurut, maka its over/breakup/putus, dan sebagai polyamorous, mereka ingin memberikan pasangan mereka a true open experience. Jadi, jika para polyamorous bisa nyimpulin dimana jika tidak bisa menjadi monogamous, bagaimana bisa terbuka jika berada di satu situasi yang hanya punya satu jalan, no other way. Jika ingin hubungan langgeng, kuncinya mesti selalu saling terbuka, terbuka disini artinya adalah terbuka untuk diskusi (bicarain baik-baik).
Terkait mencintai dan menerima keseluruhan dari seseorang, para monogamous merasa tidak bisa melakukan polyamorous relationship dan keep their self happy. Para monogamous merasa jika pasangan mereka menyarankan mereka menjadi polyamorous, mereka tidak capable untuk melakukan itu dan mereka akan tetap sayang bahkan support mereka. Mereka menganggap yang lain sebagai teman, bahagia walaupun gak ngelibatin para monogamous di kehidupan mereka. Perihal lain adalah gak ada keinginan untuk nambahin orang lain, "thats the real authentic cause there's no desire there". Bagi beberapa polyamorous, kebanyakan orang punya desire tapi mereka meyakini bahwa tidak ada opsi lain, padahal sebenarnya ada.
Kekuatan para polyamorous dibanding para monogamous adalah "kamu siapa dan aku siapa? lets figure out somethin' that makes sense for us versus this is what I was told love is".
Sebenarnya korelasinya besar gak antara kehidupan sex yang baik dengan good relationship?
Jika sex dies dalam suatu hubungan dan even ur lust satu sama lain juga mati, lebih baik menjadi teman (partners as friends). Sex lebih besar ketimbang hanya fisik dan dari situ membuat impact yang besar dalam bagaimana bisa merasakan lebih dalam menjalani suatu hubungan, jika tidak ada sex, mungkin banyak yang merasakan feeling disconnected seperti ada sesuatu yang kurang/hilang dalam menjalani hubungan pada akhirnya (sex for a living). Sex adalah bagian paling besar dan bagian dari riset. Bisa beri banyak manfaat (ridiculous amounts of health benefits), mestinya tiap orang harus paling gak, bisa netapin 1 dari 5 hal yang ingin dimiliki/dicapai dalam suatu hubungan. Mungkin beberapa orang sex tidak masuk kategori 5 hal tersebut, but its okay. Tiap orang punya cara mereka sendiri, beberapa orang mungkin bisa menjalani hubungan baik tanpa sex sebagai prioritas.
Dalam suatu hubungan, pastinya ada pasang surut, termasuk masalah sexual tension, kadang bisa saja hilang. Tapi itu adalah poinnya, dimana mereka harus menghidupkan hal tersebut dengan jalan mencoba hal-hal baru dan mereka mesti cari solusi apa yang mungkin bisa berhasil to make the spark come up again. Karena setelah menghabiskan waktu yang lama bersama seseorang dan pastinya pasangan tersebut tau satu sama lain dengan sangat baik, mungkin rasa itu bisa saja hilang, tapi ada upaya lanjutan untuk memberikan yang terbaik pada hubungan. Beberapa menyatakan sex life itu important dan bisa cure your relationship. Tapi disisi lain, ada yang berpikiran bahwa lamanya waktu yang sudah dihabiskan bersama pasangan, comparing dengan jumlah berapa kali sudah melakukan sex, mereka merasa banyak hal yang terjadi diluar hal itu (sex), its like how much fun you have like the intimacy, you share conversations, momen bahagia lainnya.
Pandangan subjektifku adalah aku merasa jika sex adalah bagian dari prioritas seseorang, itu seperti kalian tidak benar-benar dalam suatu hubungan. Yang dibutuhin sebenarnya cukup hanya mencari partner sex yang cocok dengan anda, but you wouldnt really care about anything else. Jadi, aku bisa mengatakan bahwa sex punya peranan besar dalam suatu hubungan, tetapi tentu saja sebagai manusia, aku menganalogikan kita sebagai puzzle-puzzle yang memiliki banyak potongan dan kita punya banyak yang kita butuhan dan banyak hal yang ingin dipenuhi. Tapi beranjak dari situ, sex mungkin adalah poin penting juga dalam suatu hubungan (married).
Ketika dalam suatu hubungan kalian pernah tertarik dengan orang lain?
Merasa seperti kita tetap menemukan keindahan, kecantikan atau ketertarikan dari orang lain. Thats natural. Walaupun nothing to a point where I would even consider acting on it. Pasti kita gak berpikir bahwa kita hanya bisa tertarik dengan satu orang saja, bagiku itu adalah hal yang unrealistic. Aku rasa sangat aneh dan gila jika kita menolak hal itu karena aku rasa... aku berpikir bahwa semua spesies yang eksis as survival dan procreation its normal to have such a thing. So its a think that you can shut off that entire part of yourself not you just I think action is one thing because of people.
Terkadang, mungkin terkesan gila. Its like somethin' bagi seseorang yang selalu kontra dengan teman mereka dan mungkin terkesan aneh. Tetapi bagi beberapa orang, ketika mereka feelin' mature enough dalam suatu hubungan, mereka tidak merasa nyaman untuk melihat wanita/lelaki lain. Jika pihak lain mungkin menyebutnya itu adalah hal yang supress ataupun hal lain, tapi memang perasaan lain dan impuls yang didapat adalah sama, dimanapun melihat lawan jenis, beberapa orang akan memalingkan wajah dan pandangan, "what ive like built in is literally an instinct to just look away and not think any further. Someone of the opposite sex find them attractive and keep going and like mentally theyre having sex with like all these weird things and thats like feel not comfortable"
Feeling incomplete without partner?
Perihal ini, jujur sih, jika aku gak pernah bertemu dengan si doi, aku gak bakal jadi orang seperti yang sekarang ini, I become different! Aku belajar banyak hal dan si doi mulai care tentang aku dan banyak momen yang kami lalui serta bagaimana dia membantu aku to navigate this. I was so lucky!
Jika dibilang incomplete, sebenarnya tidak sepenuhnya incomplete sih. Kadang mungkin berpikir bahwa I dont feel connect with that. Aku mungkin bisa me-relate-kan itu ke arah perasaan sedih atau mungkin perasaan terluka. Mungkin merasa dirugikan, tapi aku tetap jadi diriku dan berusaha untuk totally understand bahwa kita punya latar belakang yang berbeda dan berasal dari daerah yang berbeda pula, dan bagaimana cara kita untuk ngembangin hubungan ini lebih jauh dan baik tentunya. Dianalogikan bahwa okay, hubungan ini seperti 1+1=3. Satu orang utuh ditambah satu orang utuh sama dengan tiga, tiga sebagai hubungan. Walaupun hubungan (angka 3) ini hilang, tapi aku rasa kedua angka satu itu tetap berdiri sendiri dan tetap kuat. So thats it!
0 Response to "Feeling incomplete without partner? #Part 2"
Posting Komentar