KESEDIHAN YANG PERTAMA



Walaupun pada dasarnya Ia sangat terlihat ideal, pergi bekerja mengikat pinggangnya dengan sangat ketat, melihatnya dengan gaya baju yang sama dalam keseharian, tapi ada satu hal yang membuatku sangat impressive, bahwa aku belum pernah sebelumnya melihat sebuah tangan yang memiliki jari-jemari tersendiri yang begitu jelas terpisah dengan sangat jelas, sebuah tangan yang sempurna, darinya.

Sekarang, Ia sangat tidak puas dengan yang ada, mulai mencari kesahalanku, selalu tampak dan bertindak tidak asli didepannya, hingga selalu dirasa mengganggu pikirannya disemua kesempatan. Jika mungkin membagi hidup seseorang menjadi beberapa unit terkecil dan menilai setiap bagian secara terpisah, tidak ada keraguan bahwa Ia akan selalu menemukan hal terkecil dari hidupku yang menyakitkan hatinya. 

Merenungkan hal yang sama setiap harinya, selalu dihadapkan dengan hal yang sama, aku seringkali questioning myself mengapa aku harus melukai perasaannya seperti itu, apakah mungkin karena segala sesuatu tentangku berjalan berlawanan arah dengan perasaan estetisnya, perasaan keadilannya, habit-nya bahkan jauh dari ekspektasinya. Bahwasanya beberapa sifat natural manusia satu sama lain yang bertentangan itu pasti ada, tetapi mengapa kemudian hal itu menyebabkan kekecewaan yang begitu mendalam? Memang tidak ada hubungan apa pun yang bisa memaksanya menderita karena aku. 

Yang perlu Ia lakukan hanyalah mencoba memandangku sebagai totally stranger, yang sesungguhnya benar demikian kondisinya. Jika demikian itu benar, aku tidak akan menentang keputusannya dan semua ucapan yang dilontarkan, tetapi malahan menyambutnya. 

Kedua adalah mencoba melupakan keberadaanku, yang tidak pernah ku tunjukkan kepadanya dan tidak akan pernah ku tunjukkan padanya, dan kemudian semua penderitaannya akan berakhir sama sekali. 

Dari kedua hal tersebut, lantas aku tidak akan memandang diriku kembali dan kenyataan bahwa tingkah lakunya kepadaku juga membuatku serba salah. Aku tidak mempedulikan itu karena aku benar-benar menyadari semua kecanggungan yang mungkin aku rasakan tidak ada apa-apanya ketimbang penderitaan yang dihadapinya. Tidak ada sedikit pun rasa kasih dalam penderitaannya. 

Bagaimanapun beberapa hal yang dibencinya mengenai aku bukanlah hal yang bisa mempengaruhi kemajuanku dalam berkarir. Tetapi dia tidak sama sekali menaruh perhatian pada karirku, terlepas hanya peduli pada ambisinya, membalas siksaanku padanya dan menghindari siksaan yang mungkin aku berikan di waktu yang akan datang. Disuatu waktu, aku pernah mencoba mengakhiri kesedihannya yang terus-menerus, tetapi tidak berhasil dan malah memancing suatu reaksi yang meledak dari pihaknya, sehingga aku tidak akan mengulangi usaha yang sama. 

Aku punya tanggung jawab bagaimanapun kondisinya, bagaimanapun ternyata aku penyebab kejengkelan di hubungan ini, atau kejengkelan yang diperolehnya karena aku, bagaimanapun aku tidak bisa acuh tak acuh pada akibat buruk yang tampak mengenai fisik dan mentalnya. Bagaimana dikemudian hari terulang kembali, terlihat di pagi hari dengan wajah pucat karena kurang tidur, sakit kepala hebat dan mengganggu aktivitas sampai ke pekerjaan, keadaan seperti itu merupakan kecemasan ku, mencoba mencari penyebabnya dan sampai sejauh ini hanyalah aku, satu-satunya yang mengetahui seluk beluknya, itu adalah akibat kejengkelan lama yang sama yang selalu berulang. 

Ia tulus dan jujur, disitulah letak harapanku yang terakhir, bahkan walaupun sesuai dengan rencananya untuk mengembangkan hubungan seperti itu, tapi aku rasa dia tidak akan mengembangkan inti kepercayaan dalam suatu hubungan. 

Jadi satu-satunya yang masih tersisa untuk ku lakukan adalah mengubah diriku pada waktunya, sebelum dunia ikut campur, paling tidak, cukup untuk sedikit meredakan kejengkelannya. Seringkali aku bertanya pada diriku sendiri apakah sebenarnya aku sudah cukup merasa puas dengan keadaanku sekarang hingga aku tidak berkeinginan untuk mengubahnya, dan lebih jauh, apakah mungkin memulai perubahan tertentu dalam diriku bahkan jika aku tidak melakukannya karena aku yakin akan kegunaannya, tetapi semata untuk sebatas menentramkannya. Aku telah melakukan suatu upaya jujur dalam hal ini, bukan tanpa susah payah dan kehati-hatian, bahkan ku dapati hal ini mulai menyenangkan, beberapa perubahan kecil terjadi, sangat jelas terlihat, Ia melihat semuanya jauh lebih cepat, Ia bahkan melihat maksud baikku seperti yang termanifestasi dalam sikapku, tetapi aku belum berhasil. 

Ketajaman pikirannya, tidak melihat hal ini dengan jelas seperti aku, yang menurut pengertianku bukan hanya kesia-siaan usahanya tetapi juga ketidakbersalahanku, ketidakmampuanku untuk memenuhi persyaratan-persyaratannya bahkan dengan niat yang paling baik sekalipun. Kecenderunganku akan ketidakbahagiaan, yang tidak bisa ku ubah karena aku lahir dengan itu, membuatku membisikkan kalimat lembut berisi peringatan pada siapa saja yang berteriak gusar, jauh melebihi batas suara. Dengan cara ini, tentu, tidak akan pernah kita jumpai suatu kesepakatan. 

Pergi adalah hal yang harus aku hindari, jika ada rencana yang mungkin aku harus turuti rencana itu adalah mempertahankan hubungan dalam batas sempit yang sejauh ini tidak akan mengikutkan dunia luar, tetap tinggal di tempat aku berada dan tidak membiarkan hubungan ini meningkat ke skala yang lebih besar, dengan konsekuensi yang mencolok, tidak menyebutkannya pada orang lain, bukan karena ini semaca rahasia yang membahayakan, tetapi karena benar-benar bersifat pribadi. Pada tingkat ini, ucapan temanku bukannya tidak bernilai sama sekali, sementara tidak memberikan sesuatu yang baru, tetapi menguatkan dengan pendapat utamaku.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KESEDIHAN YANG PERTAMA"

Posting Komentar