Kontradiktif Hati
Bagaimana rasanya jika terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan? Dari titik aman menjadi masalah, problem dilema. Ini sebuah hal yang sebenarnya harus dirampungkan. Kenapa tidak? Tidak ada keharmonian lagi. Lantas, untuk apa berkelanjutan?
Pikiran antiperasaan, bagaimana kabar hati? Pikiran surut, hati pasang. Aku tidak mendesak siapapun, termasuk hati lain. Realitas menantang, awak belum beres. Kemana harus mengadu? Keadaan tidak suka melainkan penuh dengan duka. Untuk menjadi padam nyatanya tidak suang.
Hari ini, menilik notifikasi, pikiran tanggal, rekaan dirimu yang ku tinggikan kini habis masanya, lenyap oleh tenggat.
Begitupun dengan friksi yang tiada hentinya. Hati menandakan nihil pulih.
Impian pudar, nyatanya hubungan konstruktif beralih deskstruktif.
Berdalih ikrar, berujung petaka.
Beribu tipu muslihat mengaburkan impian seorang wanita.
Kini, tertinggal serpihan dari kehidupan yang kau lumatkan dengan mudahnya.
Tidak ada yang mengarifi...
Tidak ada lagi yang wanita itu sebut sebagai tumpuan.
Kini semua mengecewakan, kehampaan menerpa.
Sungguh, wanita itu sungguh bahagia saat itu. Kini yang tampak hanya hambar dan hampa.
Aku tau apa yang dia hajatkan, pengharapan dari nan jauh disana.
Kerinduan yang tak sampai, karena sekat semakin lebat.
Ada benarnya perihal kebungkaman, ku panjatkan pujian semoga berkah selalu melimpahinya tiap waktu. Semoga yang tersemogakan dapat terwujud.
Kesehariannya hanya bertafakur pada laptop yang kumu, teringat pada semua kenangan singkat. Membekas bukan berarti hilang. Itu hebatnya kenangan, begitupun dia dengan berjuta drama dan peran yang dimainkan.
Semoga tubuh ini tegak, pikiran waras, hati ini memafhumi apa yang terjadi. Teriakan hati, luapan negatif, mimik kusut, segeralah berlalu.
Hati layak berlabuh pada orang yang tepat.
-Sekian
0 Response to "Kontradiktif Hati"
Posting Komentar